Mencalonkan
diri dan ambisi
Calon pemimpin yang mencalonkan diri sebagian besar adalah karena faktor
ambisi (dalam arti negatif). Sebab di belakang ambisi pribadi, tentu ada
otivasi-motivasi pribadi. Karena fokusnya adalah pribadi, maka format
berpikirnya adalah mengutamakan kepentingan pribadi. Hal ini akan mempengaruhi
perilaku dan kebijakan-kebijakannya. Calon pemimpin yang demikian seringkali
kurang memperhatikan kepentingan orang lain. Apalagi kepentingan rakyat.
Kepentingan rakyat hanya merupakan kegiatan sampingan dan mungkin merupakan
skala prioritas ke-Politik uang Kekecualian memang ada. Tetapi, kebanyakan begitu. pemilihan secara langsungBagaimana calon pemimpin sekarang
Kualitas calon pemimpin kita kebanyakan bermodalkan uang banyak, pamer gelar sarjana, pakai peci dan jilbab hanya saat kampanye visi dan misi yang tidak realistis, janji-janji sorgawi, slogan-slogan berupa pepesan kosong dan mencalonkan diri demi ambisi pribadi dan golongannya. Kalaupun dia terpilih, bukan karena kualitasnya, tetapi karena uang dan janji-janji sorganya. Atau karena faktor popularitas, kharisma, figurnya dan hal-hal lain yang tidak ada hubungannya dengan kualitas. Calon-calon pemimpin sekarang juga banyak yang tidak punya ideologi yang jelas.Jangan memilih calon pemimpin yang mencalonkan diri dan ambisius
Bagaimana
seorang pemimpin yang baik itu?
Kalau pertanyaan itu ditujukan kepada saya, saya akan jawab:
1. Pemimpin yang baik itu, pemimpin yang menghargai atasan juga menghargai bawahannya.
2. Pemimpin yang baik itu selalu mau mendengarkan aspirasi dari bawah, tidak egois menganggap hanya pemikiran & pendapatnya saja yang benar.
3. Pemimpin yang baik itu tidak menganggap jabatannya sebagai kekuasaan, tapi menganggapnya sebagai amanah. Dengan demikian seorang pemimpin tidak akan menganggap dirinya lebih mulia dari yang lain.
4. Pemimpin yang baik itu harus bisa mengayomi bawahannya, sehingga bawahan merasa nyaman dengan kehadirannya.
5. Pemimpin yang baik itu, bukan pemimpin yang ditakuti tapi disegani & dihormati.
6. Pemimpin yang baik itu harus bisa mengatakan “saya salah” ketika melakukan sebuah kesalahan, dan tidak malu untuk minta maaf kepada bawahannya.
7. Pemimpin yang baik itu haruslah cakap, cerdas, dan menguasai bidang yang dipimpinnya.
8. Pemimpin yang baik itu, bisa menyelesaikan permasalahan dengan bijak ketika bawahannya melakukan sebuah kesalahan.
9. Pemimpin yang baik itu harus tahu cara memotivasi bawahannya agar bisa bekerja memberikan hasil yang lebih maksimal.
10. Pemimpin yang baik itu, tahu kapan harus keras dan kapan harus lembut. Karena dalam banyak hal orang akan lebih mudah menerima cara-cara kelembutan daripada dengan cara kekerasan.
Kalau pertanyaan itu ditujukan kepada saya, saya akan jawab:
1. Pemimpin yang baik itu, pemimpin yang menghargai atasan juga menghargai bawahannya.
2. Pemimpin yang baik itu selalu mau mendengarkan aspirasi dari bawah, tidak egois menganggap hanya pemikiran & pendapatnya saja yang benar.
3. Pemimpin yang baik itu tidak menganggap jabatannya sebagai kekuasaan, tapi menganggapnya sebagai amanah. Dengan demikian seorang pemimpin tidak akan menganggap dirinya lebih mulia dari yang lain.
4. Pemimpin yang baik itu harus bisa mengayomi bawahannya, sehingga bawahan merasa nyaman dengan kehadirannya.
5. Pemimpin yang baik itu, bukan pemimpin yang ditakuti tapi disegani & dihormati.
6. Pemimpin yang baik itu harus bisa mengatakan “saya salah” ketika melakukan sebuah kesalahan, dan tidak malu untuk minta maaf kepada bawahannya.
7. Pemimpin yang baik itu haruslah cakap, cerdas, dan menguasai bidang yang dipimpinnya.
8. Pemimpin yang baik itu, bisa menyelesaikan permasalahan dengan bijak ketika bawahannya melakukan sebuah kesalahan.
9. Pemimpin yang baik itu harus tahu cara memotivasi bawahannya agar bisa bekerja memberikan hasil yang lebih maksimal.
10. Pemimpin yang baik itu, tahu kapan harus keras dan kapan harus lembut. Karena dalam banyak hal orang akan lebih mudah menerima cara-cara kelembutan daripada dengan cara kekerasan.
Kepemimpinan dalam sebuah
institusi dianggap sukses atau efektif, tergantung dari sisi mana menilainya.
Apabila dilihat dari aspek produktifitas, maka kesuksesan bisa dilihat dari apa
yang telah dihasilkan. Jika nilai sukses dan efektif dilihat dari sisi
kenyamanan dalam institusinya maka aspek humanisme menjadi keniscayaan, dan
apabila kesuksesan di ukur dengan berjalannya organisasi sesuai rencana yang
telah dibuat , maka kepemimpinan struktural menjadi pilihan yang tepat.
Dengan demikian nampaknya
kepemimpinan yang diharapkan efektif ialah apabila dari beberapa aspek di atas
menjadi langkah-langkah yang integral baik dari aspek humanisme, aspek
struktural, dan produktifitasnya. Namun hal tersebut akan relatif lebih efektif
lagi kalau segala tatanan tersebut semua mengarah kepada tatanan relegius,
sehingga tujuan akhirnya hanya semata-mata karena Allah SWT
Menjadi pemimpin bisa
meneguhkan biografi diri seseorang. Menguatkan dirinya sebagai yang berada, tak
sebatas ada. Namun status tersebut selalu menghadirkan tantangan sekaligus
harapan. Baik dalam proses pencapaian status tersebut maupun dalam proses
kreatifnya. Pemimpin selalu menjadi yang terdepan; menerima efek positif dari
lakunya, atau juga sebaliknya, menanggung resikonya.
Menjadi pemimpin bukanlah
hal yang mudah. Sebab sikap-sikap kepemimpinan diperoleh bukan dari bakat sejak
lahir, ataupun dengan mempelajarinya selama beberapa jam pertemuan. Sikap
kepemimpinan merupakan sebuah proses yang terus menerus dalam tahap menjadi.
Jadi sikap kepemimpinan dalam diri seseorang bukan sesuatu yang sifatnya pasti,
tetap atau juga stagnan. Sikap itu terus membangun diri melalui serangkaian
tempaan, sejalan dengan semakin matangnya pola pikir serta kedewasaan
sikap.Sikap itu bukan sesuatu yang bisa mencapai tahap finish. Serangkaian
proses yang tak pernah usai tersebut menjurus pada satu tujuan, menjadi
pemimpin yang sesungguhnya. Lalu, bisakah seseorang menjadi pemimpin yang
sesungguhnya?
DARI sudut psikologi-politik banyak pemimpin yag baik bukanlah pemimpin yang mencalonkan diri tetapi pemimpin yang dicalonkan rakyat tetapi tetap dicalonkan oleh Dprd Namun, 99,99% pemimpin yang muncul di Indonesia adalah pemimpin yang mencalonkan diri hanya karena kedudukan antara lain punya uang banyak. Celakanya adalah, 99,99% rakyat Indonesia, terutama para pemilih dalam pemilu/pemilukada tidak memahami secara psikolog memilhi, terutama psikologi kepribadian. Hasilnya adalah munculnya seorang pemimpin-pemimpin yang korup dipemerintahan
DARI sudut psikologi-politik banyak pemimpin yag baik bukanlah pemimpin yang mencalonkan diri tetapi pemimpin yang dicalonkan rakyat tetapi tetap dicalonkan oleh Dprd Namun, 99,99% pemimpin yang muncul di Indonesia adalah pemimpin yang mencalonkan diri hanya karena kedudukan antara lain punya uang banyak. Celakanya adalah, 99,99% rakyat Indonesia, terutama para pemilih dalam pemilu/pemilukada tidak memahami secara psikolog memilhi, terutama psikologi kepribadian. Hasilnya adalah munculnya seorang pemimpin-pemimpin yang korup dipemerintahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar